Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau biasa disingkat UMKM merupakan usaha
yang memiliki aset maksimal 10 miliar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha. Di Indonesia UMKM memiliki kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian
Indonesia, seperti dalam hal perluasan kesempatan kerja dan penyerapan tenaga
kerja, pembentukan produk domestik bruto (PDB), dan penyediaan jaring pengaman terutama
bagi masyarakat berpendapatan rendah untuk menjalankan kegiatan ekonomi
produktif.
UMKM Halal merupakan UMKM yang sudah tersertifikasi halal oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Biaya sertifikasi yang mahal masih
menjadi kendala bagi UMKM sejak diberlakukannya UU Nomor 33 tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal (JPH) yang mengharuskan semua pelaku usaha memiliki
sertifikat halal. Tapi di awal tahun 2020 ini ada kabar baik dari Menteri
Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa usaha kecil
dan mikro akan mendapatkan insentif dari pemerintah untuk mendapatkan
sertifikasi halal. Hal ini berarti setiap UMK yang ingin memperoleh sertifikasi
halal dari BPJPH akan dibebaskan dari biaya proses sertifikasi alias gratis.
Namun, saat ini keadaan UMKM di Indonesia baik yang sudah bersertifikasi
halal maupun yang sedang dalam kondisi yang cenderung memprihatinkan. Wabah COVID-19
yang melanda dunia saat ini sudah berakibat tidak hanya ke sektor kesehatan,
melainkan kegiatan perekonomian juga menjadi lesu bahkan ada yang mati total. Terutama
dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Indonesia yang semakin
membuat bisnis UMKM terpojokkan. Pemerintah dinilai belum maksimal dalam
menghadapi dampak ekonomi akibat kebijakan ini. Padahal menurut Badan Pusat
Statistik tahun 2016, UMKM merupakan jantung dari perekonomian Indonesia yang
menyumbangkan lebih dari 60% dari total PDB nasional, UMKM juga menyumbang
14,17% dari total ekspor Indonesia, dan UMKM pun juga menyumbang 58,18% dari
total investasi. Tak terbayangkan jika UMKM mati, maka badai krisis ekonomi
akan menghantam Indonesia.
Dampak lain dari COVID-19 adalah badai PHK yang membuat getir penduduk
negeri ini. Mungkin untuk perusahaan besar yang dapat melaksanakan pekerjaannya
dari rumah atau work from home tidak menjadi masalah besar untuk
dihadapi. Tapi bagaimana dengan nasib UMKM yang masih mengelola bisnisnya
dengan cara-cara yang tradisional, tentu akan menjadi masalah yang sangat besar
dan signifikan hingga tidak tertangani. Secara mudah dapat diilustrasikan bahwa
UMKM akan berhenti berproduksi sehingga pemasukan akan menjadi nol, lantas yang
terjadi kemudian adalah mau tidak mau para pemilik UMKM akan merumahkan atau melakukan
PHK terhadap sebagian atau seluruh pekerjanya. Patut untuk diketahui bahwa UMKM
menyerap tenaga kerja hingga 89,2% dari total tenaga kerja di Indonesia menurut
BPS pada tahun 2016. Sehingga dapat terbayangkan akan terjadi berapa banyak
pengangguran di Indonesia jika kebijakan ekonomi tidak segera dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka menyelamatkan UMKM. Sehingga menurut saya secara
pribadi, bahwa kebijakan PSBB harus disertai dengan kebijakan menyelamatkan UMKM
karena jika permasalahan ekonomi tidak diselesaikan secara beriringan maka
badai PHK akan terus terjadi dan mengakibatkan banyak penduduk menjadi
kelaparan.
Saya akan mencoba masuk lebih dalam membahas di bidang saya yaitu ekonomi
syariah. Rantai industri halal di Indonesia juga mengalami dampak yang sangat
memprihatinkan. Sebagai sebuah ilustarasi bahwa UMKM halal mengalami penurunan
produksi yang signifikan terutama yang tidak terkoneksi dengan online market
place. Sebagai imbasnya, mereka para pelaku bisnis UMKM baik yang bankable
maupun yang unbankable akan mengalami gagal bayar cicilan pembiayaan.
Bagi UMKM yang bankable mungkin permasalahan ini sudah atau sedang
teratasi karena sudah adanya kebijakan relaksasi pembiayaan untuk UMKM utamanya
bagi nasabah penerima kredit usaha rakyat (KUR). Namun bagi UMKM yang unbankable
bagaimana nasibnya? Mereka yang dapat pembiayaan dari Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS) atau dari Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS),
mereka para pemilik UMKM harus tetap melakukan pembayaran cicilan pembiayaan. Karena
BPRS dan KSPPS itu sendiri bukanlah sebuah usaha yang berskala besar, bisa jadi
jika ditilik dari besaran omzet mereka, mungkin banyak dari mereka yang besaran
omzetnya sama saja dengan UMKM pada umumnya. Sehingga bagi pemilik BPRS atau
KSPPS juga kesulitan untuk memberikan kebijakan relaksasi pembiayaan bagi para
nasabahnya yang mayoritas UMKM, karena mereka juga harus tetap menggaji
karyawan dan anggotanya. Sehingga jika permasalahan ini terus dibiarkan, maka
petaka akan terjadi bagi UMKM dan BPRS serta KSPPS.
Permasalahan juga terjadi bagi UMKM halal yang tetap melakukan kegiatan
produksi, karena pada masa pandemi ini tingkat daya beli masyarakat menurun
drastis. Masyarakat yang rawan miskin sudah beralih status menjadi masyarakat
miskin karena kebanyakan dari mereka adalah yang bekerja di sektor informal dan
saat ini sama sekali tidak berpenghasilan. Sehingga terdapat potensi
produk-produk yang dijual oleh UMKM halal tersebut tidak dibeli oleh pasar.
Sungguh petaka luar biasa bagi negara berkembang yang ekonominya sebagian besar
ditopang oleh UMKM.
Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan UMKM? Apa harus menunggu
kebijakan pemerintah?
Menurut saya, strategi penyelesaian sekaligus pengembangan UMKM di Indonesia adalah dengan equity
crowd funding. Kita tidak harus menunggu pemerintah untuk menyelesaikan
persoalan UMKM, karena setiap dari kita saat ini bisa menjadi pahlawan untuk
menyelamatkan UMKM. Sebagai contoh saat ini terdapat platform Santara dimana
kalian bisa berinvestasi kepada UMKM yang sistemnya seperti kalian berinvestasi
di bursa saham. Kalian bisa berinvestasi mulai ratusan ribu hingga membiayai
seluruh bisnis UMKM yang kalian pilih dengan skema bagi hasi dan bagi rugi atau
profit and loss sharing. Skema bisnis ini sudah sesuai dengan aspek
ke-syariahan dimana tidak menggunakan instrumen bunga dan jaminan (collateral).
Serta, setiap enam bulan sekali setiap investor akan mendapatkan dividen. Tentu
dengan adanya platform equity crowd funding seperti ini akan
menyelamatkan kedua belah pihak, yaitu pihak investor dan pihak UMKM.